Syarifah Nurafilah Iryan, S.H.


PHOTO: Thinkstockphotos

Produk kosmetik merupakan salah salah kebutuhan yang cukup diminati masyarakat saat ini. Munculnya berbagai macam variasi produk kecantikan mulai produk asal luar negeri hingga produk lokal dengan berbagai merek menjadi tren masyarakat saat ini untuk mencoba produk-produk tersebut. Namun, tingginya minat masyarakat terhadap produk kosmetik menimbulkan permasalahan meningkatnya penumpukan sampah plastik di Indonesia. Berdasarkan Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Tahun 2023, menyebutkan 18,6% dari 18 juta ton sampah merupakan sampah plastik. Tingginya minat konsumen membeli kosmetik dan tingginya penumpukan sampah plastik di Indonesia menjadi inspirasi bagi pelaku usaha salah satunya seperti brand “The Body Shop” untuk memberikan edukasi kepada konsumen untuk mengembalikan kemasan kosong produk “The Body Shop” ke toko-toko terdekat untuk didaur ulang dan dimanfaatkan kembali (isi ulang).

Menanggapi kegiatan usaha menjual kosmetik isi ulang, Badan Pengawas Obat dan Makanan (selanjutnya disebut BPOM) menerbitkan Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pengawasan Pembuatan dan Peredaran Kosmetik (selanjutnya disebut Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2023). Dalam Peraturan tersebut menentukan bahwa Kosmetik Isi Ulang merupakan Kosmetik yang dikemas kembali ke dalam wadah sesuai dengan permintaan konsumen yang dilakukan di fasilitas isi ulang Kosmetik [1]. BPOM telah memberikan Fasilitas Isi Ulang Kosmetik bagi para pelaku usaha (Pemilik Nomor Notifikasi atau pemilik Fasilitas Isi Ulang Kosmetik) yang ingin melakukan kegiatan penjualan kosmetik isi ulang. BPOM juga telah menentukan kategori kosmetik yang dapat diedarkan sebagai kosmetik isi ulang, yaitu sabun mandi (cair), sabun mandi antiseptik (cair), sabun cuci tangan (cair), sampo, sampo ketombe, kondisioner [2].

Untuk melaksanakan kegiatan penjualan kosmetik isi ulang, wajib memenuhi syarat yang telah ditentukan, yaitu:

  • Memperoleh persetujuan dari Kepala BPOM; [3]
  • Kosmetik telah memiliki nomor notifikasi; [4]
  • Fasilitas Isi Ulang Kosmetik; [5]
  • Memiliki dokumen perjanjian kerja sama penjualan kosmetik di Fasilitas Isi Ulang Kosmetik, jika penjualan Kosmetik dilakukan oleh pelaku usaha yang bukan
  • Pemilik Nomor Notifikasi; [6]
  • Menerapkan sanitasi dan hygiene; [7]
  • Memiliki dokumen teknis; [8]
  • Memiliki tempat penyimpanan yang memadai; dan [9]
  • Mencantumkan informasi pada penandaan dan dicantumkan pada wadah kosmetik isi ulang, paling sedikit mengenai nama kosmetik, nomor notifikasi, nomor batch, nama dan alamat produsen, tanggal pengisian, tanggal kadaluwarsa. [10]

 

Sumber Hukum :

[1] Pasal 1 Angka 2 Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pengawasan Pembuatan dan Peredaran Kosmetik;
[2] Pasal 19 ayat (1) Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pengawasan Pembuatan dan Peredaran Kosmetik;
[3] Pasal 16 ayat (1) Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pengawasan Pembuatan dan Peredaran Kosmetik;
[4] Pasal 16 ayat (3) huruf a Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pengawasan Pembuatan dan Peredaran Kosmetik;
[5] Pasal 16 ayat (3) huruf b Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pengawasan Pembuatan dan Peredaran Kosmetik;
[6] Pasal 16 ayat (3) huruf c Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pengawasan Pembuatan dan Peredaran Kosmetik;
[7] Pasal 17 ayat (1) huruf a Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pengawasan Pembuatan dan Peredaran Kosmetik;
[8] Pasal 17 ayat (1) huruf b Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pengawasan Pembuatan dan Peredaran Kosmetik;
[9] Pasal 17 ayat (1) huruf c Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pengawasan Pembuatan dan Peredaran Kosmetik;
[10] Pasal 19 ayat (5) Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pengawasan Pembuatan dan Peredaran Kosmetik.