![]() |
Syarifah Nurafilah Iryan, S.H. |
PHOTO: https://images.app.goo.gl/ZPK8iDC13AHZUHKa6
Istilah Hardship dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai “keadaan sulit” atau “kesulitan” atau “beban”. Istilah Hardship ini dikenal dalam dunia kontrak internasional yaitu dimasukkannya sebagai ‘Hardship Clauses’. Ketentuan mengenai Hardship dalam kontrak menentukan apabila pelaksanaan kontrak menjadi berat bagi salah satu pihak, pihak tersebut tetap terikat melaksanakan perikatannya dengan tunduk pada ketentuan Hardship (sebagai pengecualian). Dalam praktik bisnis sangat penting untuk mempertimbangkan penggunaan klausul Hardship dalam mengatasi masalah pelaksanaan kontrak. Klausul Hardship dapat menjadi “win-win solution” untuk menyelesaikan masalah ketika terjadi peristiwa yang secara fundamental mempengaruhi keseimbangan kontrak. Bekaca dari peristiwa Pandemi Covid-19 yang menyebabkan kehancuran keseimbangan bisnis di Indonesia, dalil Overmacht justru gagal mengatasi masalah pelaksanaan kontrak.
Pencantuman klausul Hardship dalam kontrak khususnya seperti kontrak komersial, dimaksudkan untuk mengatasi kesulitan dalam penerapan doktrin kegagalan kontrak (Frustration) dan doktrin keadaan memaksa (Overmacht). Terlebih dahulu, perlu dipahami persamaan dan perbedaan antara Overmacht dengan Hardship, antara lain sebagai berikut :
Overmacht | Hardship | |
Persamaan | 1) Terjadi suatu peristiwa yang menyebabkan terhalanginya pelaksanaan prestasi oleh salah satu pihak | |
2) Peristiwa tersebut tidak dapat diduga pada saat penutupan kontrak | ||
3) Bukan disebabkan oleh kesalahan salah satu pihak | ||
Perbedaan | Apabila Overmacht terbukti, maka pada saat itu juga kontrak berakhir karena merujuk pada Pasal 1381 BW, Overmacht merupakan salah satu alasan yang menyebabkan hapusnya perikatan, kecuali Overmacht sebagai yang mana masih terdapat kewajiban untuk melanjutkan sebagian yang tersisa. Selain itu, apabila Overmacht terbukti maka debitur juga tidak lagi bertanggung gugat atas risiko yang timbul | Apabila Hardship terbukti, maka kontrak tidak serta merta berakhir, namun para pihak dapat melakukan renegoisasi untuk melindungi kepentingan para pihak. Apabila renegoisasi gagal, maka sengketa dapat diajukan ke pengadilan, dan hakim dapat memutuskan kontrak atau merevisi kontrak untuk mengembalikan keseimbangan kepentingan para pihak secara proporsional |
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa karateristik Hardship dikenal lebih fleksibel untuk tetap menjaga kelangsungan hubungan bisnis di antara para pihak. Penerapan klausul Hardship dalam kontrak dapat ditempatkan saling berurutan dengan klausul Overmacht. Klausul Hardship perlu ditempatkan pada urutan yang lebih dahulu untuk memberi penekanan bahwa Hardship masih dalam konteks upaya pelaksanaan prestasi dengan mempertimbangkan proporsionalitas hak dan kewajiban para pihak. Kemudian, klausul Force Majeure atau Overmacht ditempatkan pada urutan berikutnya dengan akibat pemutusan kontrak.