Winan Hilmi Rizqin Prijatna, S.H.


PHOTO: https://images.app.goo.gl/uYiFKX43YTMRYTYP6

Apa yang dimaksud dengan Gugatan Lain-Lain Dalam Kepailitan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang?

Pertama-tama, perlu diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU KPKPU) memuat aturan dan ketentuan hukum yang harus diperhatikan jika seseorang hendak mengajukan Permohonan Pailit maupun Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Dalam UU KPKPU juga memuat aturan yang mengantisipasi adanya perselisihan lain yang timbul selama proses kepailitan dengan istilah Gugatan Lain-Lain atau yang dikenal dengan sebutan GLL. Istilah Gugatan Lain-Lain berasal dari ketetuan Pasal 3 ayat (1) UU KPKPU yang berbunyi sebagai berikut :

“Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dan/atau diatur dalam Undang-Undang ini, diputuskan oleh Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum Debitor.”

Merujuk pada ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa selain Permohonan Pernyataan Pailit, dapat juga diajukan Gugatan mengenai hal-hal lain sehubungan dengan Perkara Kepailitan tersebut. Penjelasan mengenai Gugatan Lain-Lain merujuk pada ketentuan Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU KPKPU, apa yang dimaksud dengan “hal-hal lain” adalah sebagai berikut :

“Yang dimaksud dengan “hal-hal lain”, adalah antara lain, actio pauliana, perlawanan pihak ketiga terhadap penyitaan, atau perkara dimana Debitor, Kreditor, Kurator, atau pengurus menjadi salah satu pihak dalam perkara yang berkaitan dengan harta pailit termasuk gugatan Kurator terhadap Direksi yang menyebabkan perseroan dinyatakan pailit karena kelalaiannya atau kesalahannya. Hukum Acara yang berlaku dalam mengadili perkara yang termasuk “hal-hal lain” adalah sama dengan Hukum Acara Perdata yang berlaku bagi perkara permohonan pernyataan pailit termasuk mengenai pembatasan jangka waktu penyelesaiannya.”

Oleh karena itu, dalam praktiknya, Gugatan Lain-Lain dikategorikan menjadi 3 (tiga) hal sesuai dengan berdasarkan Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU KPKPU dan Keputusan Ketua MA Nomor 109/KMA/SK/IV/2020 yang diuraikan sebagai berikut :[1]

  • Actio Pauliana
    Gugatan Actio Pauliana dalam Kepailitan telah diatur dalam Pasal 41 hingga Pasal 49 UU KPKPU. Actio pauliana merupakan instrumen upaya hukum yang dapat digunakan kurator atas dasar kepentingan harta pailit untuk membatalkan perbuatan hukum Debitor atau transaksi yang dilakukan oleh Debitor yang merugikan kepentingan Kreditor yang dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pailit.
  • Perlawanan Pihak Ketiga Terhadap Penyitaan Boedel Pailit
    Penyitaan atau beslag merupakan salah satu upaya hukum yang dilakukan oleh Penggugat dengan memohon untuk diadakannya suta jaminan guna menjamin dan melindungi hak dan kepentingannya atas harta kekayaan Tergugat agar tetap terjaga keutuhannya hingga Putusan berkekuatan hukum tetap (incraht van gewisjde). Dalam Perkara Kepailitan, UU KPKPU mengatur mengenai perlawanan pihak ketiga terhadap penyitaan harta pailit sebagaimana disebutkan dalam Pasal 26 ayat (1) UU KPKPU yang menyatakan bahwa :“Tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap Kurator.”
  • Perkara Debitor, Kreditor, Kurator atau Pengurus menjadi Salah Satu Pihak dalam Perkara yang Berkaitan dengan Harta Pailit Termasuk Gugatan Kurator terhadap Direksi yang Menyebabkan Perseroan Dinyatakan Pailit karena Kelalaiannya atau Kesalahannya
    Dalam hal ini yang mendasari Gugatan Lain-Lain dalam Perkara Kepailitan, yaitu Debitor, Kreditor, Kurator atau Pengurus menjadi salah satu pihak dalam perkara yang berkaitan dengan harta pailit. Adapun yang dimaksud adalah adanya keberatan/bantahan terhadap daftar piutang yang diajukan oleh Debitor dan keberatan/bantahan terhadap pembagian harta pailit yang diajukan oleh Kreditor.

Selain daripada yang telah disebutkan di atas, terdapat beberapa hal-hal lain yang dimungkinkan masuk ke dalam Gugatan Lain-Lain, yaitu 1) Perlawanan dari Kreditor, Debitor atau pihak ketiga terhadap penetapan Hakim Pengawas, 2) keberatan terhadap tindakan Kurator sehubungan dengan pengakuan atau penolakan suatu piutang, 3) permohonan untuk melakukan verifikasi utang yang terlambat didaftarkan untuk dicocokkan dalam rapat verifikasi utang, sementara pencocokan utang telah selesai dilakukan atau daftar pembagian telah disusun oleh Kurator dan disahkan oleh Hakim Pengawas.[2]

Hukum acara yang berlaku dalam mengadili perkara Gugatan Lain-Lain adalah sama dengan Hukum Acara Perdata yang berlaku bagi perkara permohonan pernyataan pailit termasuk mengenai pembatasan jangka waktu penyelesaiannya, upaya hukumnya, dan keberlakuan putusannya yang bersifat serta-merta.[3]

 

Sumber Hukum :

[1] Poin 20 Keputusan Ketua MA Nomor 109/KMA/SK/IV/2020;
[2] Marsudin Nainggolan, dkk., Implementasi Gugatan Lain-Lain Dalam Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), KENCANA dan Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2021, hlm. 77; dan
[3] M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, KENCANA, hlm. 177.