Ahmad Dhandy Kurnia, S.H.


PHOTO: www.istockphoto.com

Apa itu Pengambilalihan atau Take Over ?

Pengambilalihan atau take over termasuk dari salah satu jenis restrukturisasi Perseroan, merupakan perbuatan hukum yang dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut.[1] Pengambilalihan harus didahului dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dari Perseroan Terbatas (PT) yang mengambilalih dan PT yang diambilalih.[2] Lebih lanjut cara pengambilalihan dapat dilakukan dengan melalui Direksi Perseroan (friendly take over) atau melalui Pemegang Saham Perseroan (hostile take over).[3]

Apa perbedaan antara Friendly Take Over dengan Hostile Take Over ?

Perbedaan antara keduanya terletak pada dokumen yang diperlukan untuk pengambilalihan dan pihak atau subjek yang melakukannya. Friendly take over merupakan pengambilalihan yang dilakukan oleh Direksi. Dalam melakukan pengambilalihan dengan cara ini wajib untuk membuat : (a) rencana pengambilalihan dan (b) ringkasan rancangan pengambilalihan.[4]

Sedangkan untuk hostile take over pengambilalihan dilakukan oleh Pemegang Saham. Apabila pengambilalihan dilakukan oleh Pemegang Saham maka tidak diwajibkan membuat rencana pengambilalihan dan ringkasan rancangan pengambilalihan sebagaimana dipersyaratkan dalam friendly take over.[5] Namun, untuk memudahkan proses pengambilalihan, disarankan untuk melengkapi persyaratan tersebut.

Apa saja yang harus termuat dalam rencana pengambilalihan dan ringkasan rancangan pengambilalihan?

Selain persetujuan RUPS, kedua dokumen tersebut merupakan syarat untuk dapat dilakukannya pengambilalihan. Dalam rencana pengambilalihan memuat subjek pengambilalih dan yang diambilalih serta besaran saham yang diambilalih yang kemudian mengakibatkan adanya perpindahan pengendalian.[6] Sementara dalam ringkasan rancangan pengambilalihan sekurang-kurangnya memuat :[7]

  • nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;
  • alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi Perseroan yang akan diambil alih;
  • laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a untuk tahun buku terakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;
  • tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap saham penukarnya apabila pembayaran pengambilalihan dilakukan dengan saham;
  • jumlah saham yang akan diambil alih;
  • kesiapan pendanaan;
  • neraca konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambil alih setelah Pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
  • cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Pengambilalihan;
  • cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan dari Perseroan yang akan diambil alih;
  • perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari pemegang saham kepada Direksi Perseroan; dan
  • rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil Pengambilalihan apabila ada.

 

Sumber Hukum :

[1] Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
[2] Pasal 125 ayat (4) jo. Pasal 89 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
[3] M. Yahya Harahap. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika, 2016;
[4] Pasal 125 ayat (5) jo. Pasal 125 ayat (6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
[5] Pasal 125 ayat (7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
[6] Pasal 125 ayat (5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; dan
[7] Pasal 125 ayat (6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.