![]() |
Winan Hilmi Rizqin Prijatna, S.H. |
PHOTO: https://www.codepolitan.com/
Bagaimana mekanisme pencatatan lisensi atas suatu ciptaan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta?
Perjanjian Lisensi Hak Cipta
Pertama-tama, perlu diketahui bahwa lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya atau produk hak terkait dengan syarat tertentu.[1] Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU HC), lisensi atas suatu ciptaan didasari atas perjanjian tertulis yang berlaku selama jangka waktu tertentu dan tidak melebihi masa berlaku Hak Cipta tersebut.[2] Para Pihak juga wajib untuk menentukan besaran royalti dan mekanisme pemberian royalti antara pemberi lisensi (licensor) dan penerima lisensi (licensee) sesuai dengan praktik yang lazim dan adil.
Perjanjian lisensi setidaknya memuat ketentuan-ketentuan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan setidak-tidaknya memuat hal-hal sebagai berikut :[3]
- Tanggal, bulan, tahun, dan tempat perjanjian lisensi ditanda-tangani;
- Nama dan alamat licensor dan licensee;
- Objek perjanjian lisensi;
- Ketentuan mengenai lisensi bersifat eksklusif atau non-eksklusif (termasuk sub-lisensi);
- Jangka waktu perjanjian lisensi; dan
- Wilayah berlakunya perjanjian lisensi.
Pencatatan Perjanjian Lisensi Hak Cipta
Perjanjian lisensi atas suatu ciptaan wajib dicatatkan kepada Menteri sebagaimana termaktub dalam Pasal 83 ayat (1) UU HC jo. Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual (PP 36/2018). Upaya perlindungan berupa pencatatan perjanjian lisensi oleh Pemerintah dimaksudkan agar mendorong semangat dan kreativitas, sehingga dapat menghasilkan karya yang sangat diperlukan oleh masyarakat. Tujuan pencatatan ialah guna memudahkan pembuktian apabila terjadi suatu perselisihan diantara Para Pihak di kemudian hari.
Selain daripada itu, apabila tidak dicatatkan, maka perjanjian lisensi tidak memiliki akibat hukum bagi pihak ketiga.[4] Hal ini mengindikasikan bahwa pencatatan merupakan unsur utama dalam perlindungan hukum Hak Cipta, di mana pelindungan hukum hanya diberikan kepada subjek atau objek hak cipta yang memiliki sertifikat pencatatan. Pencatatan perjanjian lisensi memberikan pelindungan preventif terhadap hak-hak licensor atau licensee dari suatu pelanggaran atau sengketa, serta juga memberikan pelindungan represif terhadap pembuktian dan informasi atas ciptaan.
Adapun dalam proses pencatatan perjanjian lisensi hak cipta dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
- Permohonan Pencatatan Perjanjian Lisensi Hak Cipta
Permohonan pencatatan perjanjian lisensi diajukan secara tertulis menggunakan Bahasa Indonesia kepada Menteri yang dilakukan melalui media elektronik maupun melalui media non-elektronik. Permohonan pencatatan tersebut harus melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut :[5]- Salinan perjanjian lisensi;
- Bukti kepemilikan ciptaan atau hak terkait;
- Surat kuasa (apabila permohonan diajukan melalui kuasa); dan
- Bukti pembayaran biaya.
- Pengumuman dan Petikan Pencatatan Perjanjian Lisensi Hak Cipta
Terhadap permohonan pencatatan perjanjian lisensi tersebut, Menteri akan menerbitkan Surat (Notifikasi) Pencatatan Perjanjian Lisensi dan akan memberitahukan kepada Pemohon dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) hari terhitung sejak tanggal pemeriksaan dinyatakan lengkap dan sesuai.[7] Pencatatan perjanjian lisensi Hak Cipta tersebut masuk dan akan diumumkan ke dalam daftar umum perjanjian lisensi Hak Cipta. Terhadap perjanjian lisensi yang tidak dicatatkan dan tidak diumumkan akan tidak memiliki akibat hukum kepada pihak ketiga.
Dalam hal perjanjian lisensi telah dicatatkan, maka pencatatan perjanjian lisensi tersebut dapat diubah terhadap nama licensor maupun licensee/objek perjanjian lisensi atau perubahan lainnya. Akan tetapi, terdapat perbedaan akibat hukum jika dilakukan perubahan, yakni : 1) terhadap perubahan nama licensor maupun licensee/objek perjanjian lisensi tersebut, maka haruslah diajukan permohonan pencatatan perjanjian lisensi baru, sedangkan 2) terhadap perubahan lainnya, licensee hanya memberitahukan perubahan perjanjian lisensi yang telah dicatatkan dengan membayar biaya. Selain daripada itu, dimungkinkan adanya pencabutan pencatatan perjanjian lisensi dengan alasan-alasan sebagai berikut :[8]
- Kesepakatan antara licensor dan licensee;
- Putusan pengadilan; atau
- Sebab lain yang dibenarkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sumber Hukum :
[1] | Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta; |
[2] | Pasal 80 ayat (1) jo. ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta; |
[3] | Pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual; |
[4] | Pasal 83 ayat (3) jo. Pasal 15 ayat (4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual; |
[5] | Pasal 10 ayat (4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual; |
[6] | Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual; |
[7] | Pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual; |
[8] | Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual. |